Semesta Pena

the ghost that whispers

Category: putih is white

Pintu hari tua

Cinta hanyalah sebuah kata.
Namun cinta yang tersemat dalam sebuah doa mampu menjadi kunci untuk membuka sebuah pintu dihari tua.
Sebuah pintu yang dari situ tertinggal jejak-jejak masa muda.
Sebuah pintu yang dari situ tercipta jejak-jejak penuh makna dihari tua.
Bukakan pintu itu, pintaku dalam doa.

Bandung, 23 Juni 2013.

Angin malam tak menggigil.
Terik siang tak menggigit.
Jarum jam tak berputar.
Detak jantungku tak menggebu sebesar biasanya ia berderu.
Gelap… Tanpa rasa… Hampa… Otakku mati rasa.

Tersisa satu kejut yang masih mendongkrak pikir dan rasa untuk terus merasa.
Satu cahaya yang masih bernyawa menjembatani khayal dan realita.
Kejutkan aku, terangi aku, cinta.

Bandung, May 11th 2013.

Lelap

image

Dalam sekejap kamu terlelap.
Diselimuti dinginnya kota yang mengendap.
Wajah pulasmu adalah candu.
Candu bagiku tiap kamu terlelap disampingku.
Esok masih dapat kusapa senyummu.
Ijinkan aku pulang sejenak menyusulmu dalam mimpi penuh rindu.
Lelapkah tidurmu, sayangku? 🙂

Bandung, May 4th 2013.

Sensi

Rindu menjelma dalam untaian kata. Kata-kata yang tersemat  pada dinginnya malam. Malam yang sama ketika kau ucap rindu, seperti rindu yang juga menghantuiku.

Bidadariku

Melayang dalam rindu..
Terbang dalam mimpi..
Hangat berirama dengan malam syahdu.
Hanya satu yang kupinta dalam doa,
agar Tuhan indahkan mimpimu malam ini.
Bidadariku.

-dago.12des2011.23:35-

candi hati

Prambanan.

.

tadi malam aku adalah candi.

candi yang memuja satu dewi.

satu hati.

.

.

this is it

last night you made me feel this way,

“i am longing to you.”

this is all i have to say,

now …

Jakarta – Bandung Pulang Pergi adalah

Jakarta – Bandung Pulang Pergi adalah nyanyian rindu. Nyanyian rindu pada kota itu setiap aku menetap dikota yang ini. Rindu Cempaka Putih dan masakan Ibu. Rindu pelukan hangat orang tua yang selalu dengan senyum mereka bertanya kabarku dikota tetangga. Rindu rumah tempat untuk tak melakukan apa-apa. Rindu bahwa akan selalu ada makanan tersaji di meja makan. Rindu Mocci si persia pemalas yang selalu saja tampak menggemaskan. Rindu Ibukota dan rangkaian lampu malam jalan protokol. Rindu sesak udara Ibukota yang menitahkan kenangan bahwa ada Bandung di sebelah sana dengan malam dinginnya. Rindu gerahnya cuaca Ibukota sekalipun baru saja selesai mandi. Rindu melihat betapa sibuknya manusia – manusia Jakarta lalu heran entah apa yang sebenarnya mereka cari dikota ini. Rindu keluar malam menikmati Sudirman bersama sahabat yang dalam mimpi kusayang. Rindu lari pagi di Sudirman Car-Free-Day yang penuh dengan manusia Ibukota yang berlari atau sekedar berjalan, beda dengan kota tetangga yang malah penuh dengan gerobak jualan. Rindu metromini dengan segala kemampuan manuvernya yang menakjubkan. Rindu La Piazza di malam Minggu, bir dan panggung musiknya yang melantunkan nada-nada klasik rok tahun 90-an. Rindu sahabat-sahabat yang bertanya, “woi lagi di Jakarta gak lu? Jalan yuk.” Rindu bersenda gurau dengan para sahabat menemani Ibukota menyambut fajar Ibukota. Rindu kereta listrik yang mengingatkanku pada sosok perempuan Amarapura yang masih kucinta. Lalu, setelah beberapa hari di Ibukota aku rindu Paris Van Java.

cipularang

Rindu pada jembatan tol Padalarang yang, entah mengapa, selalu kurasa sebagai batas kasat mata antara Ibukota dan Paris Van Java. Rindu gerbang tol Pasteur yang selalu mampet setiap meladeni cecunguk Ibukota yang hendak turut memacetkan kota yang sudah macet ini. Rindu berjalan kaki menyusuri Dago tengah malam ditemani rokok dan sebotol bir dingin. Rindu Jalan Mangga tempat aku bisa berbagi cerita lalu menuangkannya dalam berlembar-lembar naskah cerita. Rindu teduhnya Bandung kala sore, novel fiksi fantasi dan segelas kopi hitam kental. Rindu berkeliling mencari tempat makan baru yang bertebaran hingga sudut kota. Rindu menjadi anak kos dan keterpaksaan mencari makan malam sendirian didinginnya malam. Rindu angkutan kota yang tampaknya punya motto “takkan maju sebelum penuh.” Rindu untuk sekedar bercakap dalam bahasa Sunda. Rindu gadis – gadis manis Pasundan yang bertebaran hingga pelosok kota, tak seperti gadis – gadis Ibukota yang hanya terlihat manis dibeberapa pusat keramaian kota. Rindu dinginnya kota yang terasa semakin menusuk tulang setiap aku lupa bahwa tak ada siapapun untuk menghangatkan malam. Rindu Jatinangor kilometer dua puluh satu dan segala kenangan manis yang lahir disitu. Rindu lelah dan sesaknya berdiri di dalam bis Damri. Rindu menjadi pelajar, segala kesibukannya mengerjakan tugas dan caci-maki kesal pada dosen yang menyebalkan. Rindu Ngeumong, choco-caliente hangat dan sahabat-sahabat lama. Rindu Pondok Djogja yang selalu melahirkan kembali sosok si gadis Amarapura. Jadi, bila kalian bertanya apa itu Jakarta – Bandung Pulang Pergi? Maka akan kujawab, Jakarta – Bandung Pulang Pergi adalah nyanyian rindu.

 

Dago, 11 Oktober 2011, 17:47PM

Unexplainable Attraction

Unexplainable attraction, kata sahabatku. Is it love? Dua kata itu kembali membuatku berpikir panjang. Untuk menjelaskan this-kind-of-attraction, sempat bertanya dalam hati apakah itu hanya sebentuk obsesi atau nafsu? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), obsesi diartikan sebagai “gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sangat sukar dihilangkan.” Tuh kan, KBBI saja mendefinisikan obsesi sebagai gangguan jiwa. Seperti bila dirujuk dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary, “the state in which a person’s mind is completely filled with thoughts of one particular thing or person in a way that is not normal.” Lagi-lagi obsesi diartikan sebagai suatu keadaan yang membuat seseorang berada pada tahap tidak normal. Eits, tapi masih ada definisi yang kedua, masih dari Oxford. Disini disebutkan bahwa sifat obsesi juga berarti a person or thing that somebody thinks about too much. Too much, katanya. Oke, coba kita urutin. Gangguan jiwa, tidak normal, terlalu dipikirin. Ahahaha.

Obsesi: Sutaradara. Kalau mengingat tag line dari iklan ini, aku makin geleng-geleng kepala karena si pemeran dalam iklan tersebut memang terlihat seperti mengidap gangguan jiwa! Kan gak normal tiba-tiba nyamperin pasangan yang lagi berantem terus nongol-nongol teriak “Cut! Ekpresinya mana?!” Kebanyakan mikir mau jadi sutradara kayaknya tuh orang. Jadi, sejauh ini kita sudah sepakat pada satu titik mengenai apa itu obsesi? Ya sudah terserah kalian lah, ahahaha. Intinya mah begitulah si obsesi teh.

Menyambung tentang unexplainable attraction diatas, selain apakah ini hanya sebentuk obsesi, mungkin juga ini hanya nafsu. Keinginan atau dorongan hati yang kuat. Mungkin dorongan konstan yang kuat untuk selalu mengintervensi pikiran dengan hal yang menjadi pemicu timbulnya nafsu itu sendiri. Tapi, apalah bedanya obsesi dan nafsu. Sama-sama kata sifat yang mendefinisikan tekad yang besar (baca: berlebihan) terhadap satu atau beberapa hal (dalam tulisan ini, “hal” lebih tertuju pada objek orang).

Unexplainable attraction, ketertarikan ­­­­­­yang tidak dapat dijelaskan. Ketertarikan dari seseorang kepada orang, benda, atau hal yang lain. Sepertinya ketertarikan itu tak benar-benar tidak dapat dijelaskan. Mungkin memang tidak butuh penjelasan, butuh di-rasa. Kalau kita runut kembali dengan lebih teliti terhadap apa yang menjadi sumber ketertarikan itu, kurasa kita bisa melihat bahwa tak ada yang aneh bila kita tertarik pada seseorang tanpa tahu alasan dibalik ketertarikan itu sendiri. Karena “tahu” berasal dari hati dan “tahu” itu ga bisa dijelaskan dengan pikiran (baca: logika) tapi di-rasa oleh hati. Maka ketika hati sudah mengerahkan “pasukan rasa” kepada seseorang tersebut, siap-siap kena unexplainable-attraction-syndrome. Ahahaha. Oke, mengerucut kearah “curcol” nih kayaknya. Kalo Om Dimas Nur baca tulisan ini pasti dia langsung bilang, “Sudahlah, Rif. Kalau suka ya suka saja, ga usah pake unexplainable attraction segala deh.”

Sahabatku yang menuliskan kalimat unexplainable attraction ketika kami sedang ber-sms. Begitulah (mungkin) dia mendefinisikan rasa tertarik yang aku rasakan terhadapnya. Sudah berulang kali aku menggoda dia dengan mengatakan bahwa aku nge-fans  berat sama dia. Obsesi, mungkin. Lucunya, dia malah nge-fans berat ke sosok lain. Obsesi (juga), mungkin. Unexplainable attraction (juga). Kami sering berbagi cerita mengenai rasa ini. Dan kami sama-sama tahu bahwa justru rasa yang terlihat seperti obsesi inilah yang terus menghangati hati. Sepertinya menakutkan bila hati mendingin, beku, lalu akhirnya lupa bagaimana rasanya hangat.

Aku suka makin bingung kalau sudah ngomongin tentang rasa, tentang hati. Semakin bingung karena beberapa bulan ini makin yakin bahwa ga ada gunanya bila jatuh hati lalu patah hati tapi bisa jatuh hati lagi. Lucu. Terus begitu berulangkali. Ga capek? Harus mengulang semuanya dari awal lagi. Mungkin ini arti sesungguhnya dari unexplainable attraction, ketertarikan yang tidak dapat dijelaskan. Karena memang sulit untuk dijelaskan, dipikirkan. Capek. Percaya deh, sudah banyak yang nanya gini ke aku, “kenapa sih lu ga mau pacaran lagi?” Ahahaha. Percayalah aku mau, tapi bukan itu yang aku butuhkan sekarang. I just had enough! It’s beyond my comprehension. Kalau kata Pidi Baiq, seperti yang dikutip oleh sahabatku, “Dan akhiri sekarang juga, memikirkan siapa pun yang merepotkan perasaanmu, mungkin itu akan membuat tenang, bahkan mungkin menyenangkan. Aku setuju.”

So, here I am. Trying to live without being attached to any strings. But, in order to keep my heart being so cold, let me keep this unexplainable attraction towards you. Permission to put you into that position. To be my personal-obsession.

How to love (you)

 

See I just want you to know

That you deserve the best

You’re beautiful

You’re beautiful

And I want you to know,you’re far from the usual

Far from usual